Sidang Perkara Gugatan PT. MPE kepada Tergugat PT. APB di Pengadilan Negeri Jaksel Memasuki Agenda Keterangan Saksi Ahli

refubliknews.com,
JAKARTA
_Sidang Perkara Nomor 389/Pdt.G/2022/PN Jkt. Sel telah memasuki agenda Keterangan Ahli yang dihadirkan oleh Penggugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ahli yang dihadirkan oleh Penggugat adalah Dr. C. Kastowo, SH., MH., akademisi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Penggugat dalam perkara ini adalah PT Multi Pratama Engineering dan PT Adhi Persada Beton sebagai Tergugat, Iansyah Pratama sebagai Turut Tergugat I dan Kementerian BUMN sebagai Turut Tergugat II.

Kasus ini bermula saat PT Multi Pratama Engineering (PT MPE) dan PT Adhi Persada Beton (PT APB) melakukan kerjasama dimana Tergugat sejak tahun 2015 telah memesan barang kepada Penggugat dengan total nilai Purchase Order (PO) sebesar Rp 5.997.350.105,-. Atas pesanan Tergugat sesuai total PO tersebut di atas, Penggugat telah memenuhi seluruh kewajibannya kepada Tergugat yakni dengan mengirimkan barang pesanan Tergugat kepada Tergugat. Hal ini berarti Penggugat sebagai penjual telah memenuhi kewajiban (prestasi) sebagai penjual. Namun sebaliknya Tergugat belum memenuhi kewajiban pembayarannya kepada Penggugat.

Berdasarkan hasil rekapitulasi Laporan Penjualan dan Pembayaran oleh PT MPE maka PT APB baru melakukan pembayaran kepada PT MPE sebesar Rp 1.471.701.518,-. Dengan demikian PT APB masih memiliki kewajiban pembayaran kepada PT MPE yang terhutang sebesar Rp 4.525.648.587,- belum termasuk PPN.
PT MPE telah berulang kali menghubungi PT APB untuk meminta agar PT APB segera menyelesaikan kewajiban pembayaran tersebut, namun sampai diajukan gugatan ini, PT APB belum melakukan dan memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT MPE. PT MPE juga telah mengirimkan somasi sebanyak 3 (tiga) kali, namun sampai dengan diajukannya gugatan ini, PT APB tetap belum bersedia untuk melaksanakan dan memenuhi kewajiban pembayarannya kepada PT MPE.

Belakangan diketahui bahwa ternyata PT APB yang dalam hal ini diwakili oleh Herry Ardianto selaku Direktur Keuangan, SDM & Umum telah membuat kesepakatan dalam Berita Acara Utang Piutang dengan Iansyah Pratama yang pada saat itu menjabat sebagai Komisaris PT MPE terkait dengan utang PT APB kepada PT MPE. Berita Acara itu menyepakati PT APB hanya membayar DPP sebesar Rp 650.000.000,- dan PPN sebesar Rp 173.803.400,- sehingga total sejumlah Rp 823.803.400,-. Uang itu pun tidak ditransfer ke rekening PT MPE, melainkan ditransfer ke rekening pribadi Iansyah Pratama. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi PT MPE karena selama ini dalam setiap transaksi selaku dibayarkan kepada rekening PT MPE. Selain itu, PT MPE tidak pernah mengetahui dan dimintai persetujuan terkait Berita Acara tersebut.

Dalam keterangannya di persidangan, Ahli Dr. C. Kastowo, SH., MH., menyatakanmenyatakan, “Pada dasarnya kalau bicara tentang perjanjian maka yang sangat penting adalah dalam hal ini siapakah subyeknya. Apalagi kalau ini bicara Perseroan Terbatas itu yang hubungannya dengan banyak orang bisa saja dia mengatasnamakan Perseroan, yang penting yang harus dicek adalah betulkah dia memiliki kewenangan untuk mewakili dari Perseroan itu.

Karena kalau dia tidak memiliki dasar untuk dia dinyatakan berwenang maka sebenarnya PT tidak pernah terikat atas perjanjian yang dibuat oleh siapapun juga bahkan orang yang sangat penting didalam. Tapi kalau dia bukan sebagai Direksi maka tidak punya kewenangan.

Didalam Undang Undang PT yang memiliki Hak untuk menyikapkan PT kepada Direksi maka Siapapun yang bertindak tidak dalam kuasa PT (Direksi) maka ya PT tidak pernah terikat dengan perjanjian sekalipun itu menguntungkan PT apalagi kalau merugikan. Jadi PT tidak terikat terhadap Perjanjian Yang dibuat kalau dia tidak dalam kapasitas, dapat atau boleh mewakili PT. nah itu namanya Direksi.

Jika tidak ada dasar tdak ada kuasa sebenarnya tidak boleh. Dan kita bisa mengatakan PT tidak terikat dengan Perjanjian itu karena dibuat oleh seseorang dibuat oleh pihak yang mamang tidak memiliki kuasa untuk mengikatkan PT..
Kalau bicara tentang PT kan RUPS yang menentukan, tapi untuk kepentingan kepentingan praktis sebenarnya Direksi itu memiliki wewenang bahwa ini adalah dalam ranah saya atau bukan. Nanti kan Direksi akan mempertanggung jawabkan itu dan menyampaikan itu di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Kalau saya melihat bahwa ini adalah persoalan yang dilakukan oleh orang yang sebenarnya bukan sebagai subyek yang memiliki kewenangan untuk melakukan itu. Tapi mereka mencoba dipaksakan bahwa PT harus menerima itu. Yang mestinya RUPS nanti bisa mengatakan bahwa ini tidak dan nanti didalam RUPS Direksi bisa menyampaikan bahwa ini kami tolak, ini kami tidak terima,” Paparnya.

Tadi saya sampaikan audit kan itu sebenernya apakah aktifitas bisnis dilakukan secara benar, bahkan bisa saja dilakukan pada saat saat tertentu oleh Direksi. Karena Direksi punya khaidah bahwa tujuannya baik. Sehingga kalau ada sesuatu yang menyimpang sedikit bisa saja diminta audit untuk kepentingan membereskan. Tetapi kemudian nanti di dalam rangka pengawasan maka bisa saja Komisaris nanti minta kalau ada sesuatu yang tidak beres untuk di audit. Tetapi kepentingan nya berbeda Direksi untuk kepentingan baiknya Perusahaan pengelolaan tapi bagi Komisaris audit itu dalam rangka menjalankan kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap Perseroan,” Tutup
Saksi Ahli Dr. C. Kastowo, SH., MH.

Usai persidangan, Kuasa Hukum Penggugat, Vincent Suriadinata, SH., MH. didampingi Hotmaraja B. Nainggolan, SH., dan Agus Sutoyo, SH. dari Mustika Raja Law Office menyampaikan bahwa selama ini PT APB hanya mengulur waktu dan tidak pernah memberikan kepastian kepada PT MPE.

“Sebelum Klien Kami mengajukan gugatan, PT APB pernah mengirimkan email ke Kami pada 25 Januari 2022 dan menyatakan menyanggupi melakukan pembayaran kepada Klien Kami sebesar Rp 1.157.886.150,-. Namun karena tidak ada tindak lanjut dan kejelasan, Klien Kami mengajukan gugatan. Setelah gugatan diajukan, PT APB kembali menghubungi Kami pada 24 Mei 2022 dan menyatakan bersedia membayar sebesar Rp 1.200.000.000 ditambah dengan PPN sebesar 11% dari jumlah tersebut dengan ketentuan Penggugat menerbitkan faktur pajak atas PPN 11% tersebut untuk penyelesaian seluruh klaim dari Penggugat,” papar Vincent.

Lebih lanjut, Vincent menyatakan bahwa Kliennya sangat dirugikan atas tindakan PT APB. “Klien Kami sudah cukup bersabar dan menunggu lama agar PT APB dapat menyelesaikan kewajibannya. Namun memang tidak ada itikad baik dari PT APB. Kami juga berharap Kementerian BUMN bisa melakukan evaluasi terhadap PT APB, apalagi PT APB secara terang dan jelas telah melakukan internalisasi nilai perusahaan sejalan dengan nilai-nilai yang telah digagas seluruh BUMN, sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Menteri BUMN Nomor: SE-7/MBU/07/2020 tanggal 1 Juli 2020. PT APB secara resmi meluncurkan “AKHLAK” sebagai tata nilai baru perusahaan. Semoga AKHLAK bukan sekedar slogan, tetapi bisa benar-benar diimplementasikan,” pungkas Vincent.

RN/mio’I jakarta barat/red

Pos terkait