Mengenal Sejarah Kabupaten Purwakarta, Ini Penuturan Pembina Gema Sunda

refubliknews.com,
Purwakarta | Kabupaten Purwakarta memiliki sejarah panjang yang perlu diketahui masyarakat luas, terlebih warga Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat sendiri.

Beberapa tokoh Masyarakat Sunda telah menjelaskan sejarah Kabupaten Purwakarta agar sejarah itu tertutur dari generasi ke generasi.

Salah satunya dipaparkan oleh Pembina Gerakan Masyarakat Sunda (Gema Sunda) Rd. Ramlan Samsuri Kusuma Wijaya, S.E., CLA, pada kesempatan Napak Tilas dan Sholawat Akbar di Alun-Alun Purwakarta, pada Sabtu 29 Juli 2023.

Tokoh yang menjadi Pembina LIN, Pembina ASGAS RI serta pembina di beberapa organisasi lain di Indonesia itu menjelaskan tentang asal usul Kabupaten Purwakarta.

Sindangkasih merupakan Cikal Bakal Purwakarta

Secara faktual, sejarah Purwakarta berasal dari perpindahan ibukota Kabupaten Karawang dari Wanayasa ke daerah Sindangkasih. Peristiwa itu terjadi karena Bupati Karawang R.A. Suriawinata alias “Dalem Sholawat” (1829-1849), di mana saat itu menganggap Sindangkasih lebih memadai atau lebih layak dijadikan sebagai ibukota kabupaten.

Sindangkasih mulai dibangun menjadi Ibu Kota baru Kabupaten Karawang, diperkirakan pada sekitar awal tahun 1830. Sarana dan fasilitas kota yang dibangun pada tahap awal adalah Pendopo, Alun-alun, Masjid Agung, dan Situ Buleud.

Lebih kurang setahun kemudian, kehidupan di Sindangkasih sudah cukup ramai, tetapi aman dan tentram. Rupanya kondisi itu mendorong timbulnya gagasan Bupati Suriawinata untuk memberi nama kota baru yang di sebut “Purwakarta”.

Gagasan itu disampaikan oleh Asisten Residen Karawang G. De Serier kepada Gubernur Jendral J. Van Den Bosch, kemudian gagasan tersebut disetujui.

Berdasarkan besluit gubernur jenderal tanggal 20 juli 1831 No. 2, Purwakarta diresmikan menjadi ibukota (baru) Kabupaten Karawang. Namun demikian, nama Sindangkasih tetap digunakan sebagai nama distrik yang wilayahnya mencakup Purwakarta.

Purwakarta Ibukota Kabupaten Karawang

Purwakarta menjadi ibukota Kabupaten Karawang dari pertengahan tahun 1831-1950 berarti mencakup tiga zaman. Yaitu Zaman Penjajahan Belanda, Zaman Pendudukan Jepang, dan Zaman Revolusi Kemerdekaan.

Pada Zaman Penjajahan Belanda (1831-1942), kota Purwakarta menjadi tempat kedudukan 7 orang bupati Karawang secara berturut-turut (lampiran 2). Dalam Perkembangan, tahun 1845 Purwakarta menjadi ibukota Keresidenan Karawang, sejak saat itu, nama Purwakarta semakin berkembang berjalan dengan kebijakan bupati dan presiden.

Kemudian di pusat kota dibangun Kantor Asisten Residen, jalan, penjara, dan pasar, jumlah penduduk bertambah dan menjadi hiterogen dengan keberadaan sejumlah orang Belanda, Cina, dan Arab.

Pada masa kepemimpinan Bupati R.A.A Sastra Adiningrat II (1863-1886), Purwakarta makin maju, atas keberhasilan memajukan daerahnya, Bupati Sastra mendapat tanda jasa berupa bintang “Rider in de Orde van den Leeuw” sehingga ia dijuluki “Dalem Bintang”.

Akibat perubahan kebijakan pihak kolonial dalam bidang politik dan pemerintahan, Purwakarta-selain sebagai ibukota kabupaten dan keresidenan memiliki kedudukan yang berubah-ubah- tahun 1860-an, Purwakarta menjadi Afdeling, kemudian berubah menjadi Controle Afdeling sejak tahun 1871 dan wilayahnya bertambah luas.

Tahun 1880-an Controle Afdeling dihapuskan dan Purwakarta kembali menjadi Afdeling, terdiri atas 3 distrik (Sindangkasih, Wanayasa, dan Gandasoli) meliputi 10 kecamatan mancakup sejumlah desa. Kemudian Purwakarta menjadi kecamatan Distrik Sindangkasih.

Sejak awal abad ke-20 Purwakarta makin berkembang setelah daerah itu dilewati oleh jalan kereta api dari Batavia ke Padalarang, akan tetapi sejak tahun 1922 Purwakarta tidak lagi menjadi ibukota Karesiden Karawang, karena Karawang dimasukan kedalam wilayah Karesidenan Batavia, kondisi itu berlangsung sampai akhir pemerintahan Hindia Belanda (awal tahun 1942).

Pada Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945), Purwakarta hanya berkedudukan sebagai ibukota Kabupaten Karawang, dipimpin oleh Bupati (Kenco) R.T. Pandu Suriadiningrat.

Bekas Kantor Asisten Residen di Purwakarta menjadi Markas Polisi (Honbu Kenpetai) Jepang, seperti daerah-daerah lain, di Purwakarta pun Pemerintah Militer Jepang membentuk berbagai organisasi pemuda, yaitu Sienendan, Kebodan, Heiho, PETA (Pembela Tanah Air), Barisan Pelopor dan Fujinkai (Barisan Wanita). Bahkan Purwakarta menjadi tempat latihan khusus anggota PETA di daerah Karawang.

Zaman revolusi Kemerdekaan, Purwakarta menjadi daerah perjuangan dalam upaya mengusir tantara Jepang dan menghadapi Sekutu dan Belanda/NICA (Netherlands Indie Civil Administration) yang mengambil alih kekuasaan Jepang.

Di peristiwa-peristiwa penting, baik di Purwakarta untuk mempertahankan kemerdekaan makin meningkat setelah di kota itu berdiri KNID (Komite Nasional Indonesia Daerah) dam BKR (Badan Keuangan Rakyat), Kemudian Markas TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Komendemen 1 Jawa Barat. Dalam gejolak perjuangan itu, pemerintahan Karesidenan Jakarta pindah ke Purwakarta, akibat situasi Jakarta Semakin kacau.

Ketika pemerintah pendudukan Belanda yang menggantikan kekuasaan sekutu berhasil membentuk RIS (Republik Indosia Serikat).

Terdiri atas negara negara federal, antara lain Negara Pasundan, Purwakarta masuk ke dalam kekuasaan Negara Pasundan (1948-1950). Hal itu berlangsung sampai RIS bubar, dan Indonesia kembali menjadi negara kesatuan (sejak 17 Agustus 1950).

Purwakarta menjadi Kabupaten

Purwakarta pertama kali menjadi kabupaten dibentuk menjadi Wali Negara Pasundan (SK No. 12 tanggal 29 Januari 1949). SK itu menyatakan bahwa daerah Karawang Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibukota di Subang, diperintah oleh Bupati R.M. Hasan Suria Sacakusumah, sedangkan Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang.

Setelah Negara Pasundan bubar (11 Maret 1950), Pemerintah RI membenahi wilayah administratif. Berdasarkan Undang Undang No. 14 Tahun 1950 (18 Agustus 1950), Purwakarta ditetapkan sebagai Kabupaten dengan ibukota di Subang, diperintah oleh R.P. Suyono Hadi Pranoto (1950-1958). Wilayahnya terdiri aras lima Kawedanan (Purwakarta, Subang, Pamanukan, Ciasem dan Sagalaherang).

Awal Desember 1953, sejumlah tokoh Purwakarta memohon kepada pemerintah pusat agar ibukota Kabupaten Purwakarta dipindahkan dari Subang ke Purwakarta. Dengan alasan kondisi dan potensi Purwakarta lebih memadai sebagai ibukota kabupaten.

Permohonan itu terkatung-katung dalam waktu yang cukup lama, karena terhambat oleh berbagai masalah. Tahun 1963 permohonan tersebut berubah menjadi keinginan untuk membentuk Kabupaten Purwakarta baru dengan ibukotanya.

Untuk mengisi kekosongan jabatan Kepada Daerah Kabupaten Purwakarta, R.H. Sunarya Ronggowaluyo ditetapkan menjadi Pejabat Bupati Purwakarta. S. Syam dan Moh. Husein Syabih masing-masing ditetapkan menjadi Ketua dan Wakil Ketua DPRD-GR Purwakarta dengan ibukota Purwakarta.

Dua minggu kemudian (12 Juli 1968), Menteri dalam negeri Letnan Jendral Basuki Rahmat meresmikan berdirinya Kabupaten Purwakarta dengan ibukota Purwakarta, sekaligus melantik R.H. Sunarya Ronggowaluyo menjadi Bupati Purwakarta.

Sejak tahun 1968 sampai sekarang, kota Purwakarta menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Purwakarta. Dan mulai tahun 2008, diperingati berdirinya kabupaten Purwakarta.

Hari Jadi Purwakarta

Sampai dengan penelitian dan penulisan sejarah Purwakarta berlangsung (tahun 2003), bahkan hingga sekarang, terdapat 3 versi tentang hari jadi Kota Purwakarta yaitu tanggal 23 Agustus 1830, tanggal 27 Juni 1836, dan tanggal 7 Mei 1830.

Berdasarkan aspirasi masyarakat melalui DPRD Kabupaten Purwakarta yang selanjutnya disampaikan kepada Bupati Purwakarta.

Sebagai tinjak lanjut aspirasi tersebut Bupati Purwakarta mengeluarkan keputusan Bupati Purwakarta No 433.05/Kep.239-Diparda/2003, tentang pembentukan Tim Penelusuran Sejarah Kabupaten Purwakarta, yang dikeluarkan di Purwakarta pada 31 Maret 2003.

Atas dasar itu, Tim Penelusuran Sejarah Purwakarta berupaya mengkaji ketiga versi tersebut dengan menggunakan metodologi sejarah. Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Tim Penelusuran Sejarah Purwakarta, ditemukan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, Tanggal pada masing-masing versi yang telah disebutkan, tidak diperoleh dari sumber akurat yang menggandung fakta sejarah. Tidak ditemukan sumber sejarah yang menunjukan secara tersurat atau tersirat salah satu dari tanggal tersebut adalah tanggal berdirinya kota Purwakarta.

Kedua, Oleh karena tanggal “peletakan batu pertama” pembangunan kota yang kemudian bernama Purwakarta tidak/belum ditemukan, boleh jadi momentum itu tidak tercatat dalam dokumen maka atas dasar Besluit Gubernur Jendral tanggal 20 Juli 1831 tepat untuk dipilih dan ditetapkan sebagai hari jadi Kota Purwakarta. Ketetapan ini berlaku selama tidak ditemukan sumber akurat yang menyatakan secara eksplisit tanggal dimulainya pembangunan Sindangkasih menjadi Kota Purwakarta.

Pertimbangan atau alasan memilih 20 Juli 1821 sebagai hari jadi kota Purwakarta adalah: Pertama, Tanggal ini adalah tanggal besluit (surat keputusan) peresmian Purwakarta menjadi namakota yang dibangun oleh bupati R.A. Suriawinata (“Dalem Solawat”).

Kedua, Besluit (surat keputusan) adalah sumber primer yang keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ketiga, Beberapa waktu yang lalu, DPRD kabupaten Purwakarta memang telah menetapkan tanggal 23 Agustus 1830 (versi pertama) sebagai hari jadi kabupatentindak Purwakarta , tetapi ketetapan itu disertai catatan, bahwa tidak menutup kemungkinan adanya koreksi, apabila ditemukan fakta lain yang lebih kuat. Sekarang fakta itu telah ditemukan.

Berdasarkan temuan Tim Penelusuran Sejarah Purwakarta tersebut, maka tanggal 20 Juli tahun 1831 ditetapkan Hari Jadi Purwakarta, yang dilandasi dengan Peraturan Daerah No. 2 tahun 2006 tentang Hari Jadi Purwakarta, ditetapkan di Purwakarta pada tanggal 3 Juni 2006.

Demikian sejarah Kabupaten Purwakarta seperti dituturkan Pembina Gema Sunda dipaparkan Rd. Ramlan Samsuri Kusuma Wijaya, S.E., CLA.

RN/rafael christian manalu/red

Pos terkait