refubliknews.com, || Bekasi PD PERSIS Kota Bekasi bekerjasama dengan Yayasan Darul Fajar Kota Bekasi menyelenggarakan kegiatan Talkshow, segmentasi seminar ini diutamakan kepada kaum pendidik khususnya guru Bimbingan dan Konseling di lingkungan Kota Bekasi. Rabu, 19 November 2025
Menurut Lutfi Nurhakim, M.Si., selaku ketua panitia kegiatan, dalam sambutannya menyampaikan bahwa sekolah dan lembaga pendidikan memiliki peran sentral dalam membentuk karakter generasi muda. Di sinilah nilai-nilai dasar seperti saling menghargai, empati, dan hidup berdampingan dalam perbedaan dapat ditanamkan secara sistematis dan berkelanjutan.
H. Abdul Kohar, S.Pd., selaku Ketua PD PERSIS Kota Bekasi menyampaikan bahwa Kota Bekasi diharapkan dapat menjadi model kota yang tidak hanya toleran secara simbolik, tetapi juga aktif menumbuhkan inklusivitas melalui pendidikan yang transformatif dan berkeadaban. Begitupun dengan Hj. Ernawati, M.Pd., selaku Kepala Bagian Pendidikan Yayasan Darul Fajar yang menyampaikan bahwa bahwa dengan pendekatan yang komunikatif dan partisipatif, talkshow ini diharapkan dapat menjadi pemantik kesadaran kolektif dan memperkuat komitmen bersama dalam membangun ekosistem pendidikan yang ramah keberagaman dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan global.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari berbagai kalangan, mulai dari intelektual, profesional, dan praktisi yaitu Andar Nubowo, DEA., Ph.D. (Direktur Eksekutif Maarif Institute/Dosen Universitas Islam Internasional Indonesia), Dr. Euis Nurhidayati, M.Si. (Pakar Psikologi Pendidikan), dan Ade Suhairi Budiman, M.Ed. (Anggota Forum Kerukunan Umat Beragama/FKUB Kota Bekasi).
Sebagai peneliti lulusan Prancis yang fokus terhadap pendidikan islam dan demokrasi, Andar Nubowo, DEA., Ph.D., menyampaikan bahwa pendidikan berkualitas berbasis nilai (respek, empati, komunikasi terbuka, tanggung jawab, toleransi, kerjasama, non-kekerasan, kesadaran, dukungan, dan inklusi) merupakan kunci kokohnya toleransi. Nilai-nilai positif ini perlu diintegrasikan dalam kurikulum, kebijakan, dan budaya sekolah.
Pelibatan secara holistik catur pendidikan (rumah, sekolah, masyarakat, media sosial) dalam memperkuat pendidikan karakter dan nilai positif dan terciptanya sekolah yang berkualitas, aman dan ramah.
Sebagai doktor Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia, Dr. Euis Nurhidayati, M.Si., memaparkan bahwa pendidikan inklusif dipandang sebagai proses menciptakan lingkungan belajar yang memenuhi kebutuhan psikologis, sosial, dan akademik seluruh siswa baik reguler maupun berkebutuhan khusus tanpa diskriminasi. Inklusivitas tidak hanya terkait keberadaan siswa difabel, tetapi juga mencakup keragaman karakter, gaya belajar, latar belakang ekonomi, sosial, budaya, agama, dan emosi.
Seluruh kesiapan-proses-evaluasi menekankan pada: 1) Kesejahteraan psikologis (well-beings), 2) Rasa memiliki (sense of belonging), 3) Lingkungan aman secara emosional, 4) Hubungan interpersonal positif antara guru–siswa–orang tua, 5) Pengembangan potensi unik setiap siswa.
Selanjutnya, sebagai alumnus Psikologi Pendidikan University Kebangsaan Malaysia, Ade Suhairi Budiman, M.Ed., memaparkan bahwa pada tahun 2025, Indeks Kota Toleran (IKT) yang dirilis oleh SETARA Institute menempatkan Kota Bekasi di peringkat ke-7 dari 94 Kota/Kabupaten secara nasional.
Ini merupakan penurunan dari posisi ke-2 yang diraih pada tahun 2023. Penilaian didasarkan pada empat dimensi utama: 1) Regulasi pemerintah daerah (apakah mendukung kebebasan beragama dan berkeyakinan), 2) Tindakan pemerintah daerah (komitmen nyata dalam menjaga kerukunan), 3) Peristiwa sosial (dinamika konflik atau harmoni antarwarga), dan 4) Demografi agama (tingkat keberagaman dan bagaimana kota mengelolanya). Akan tetapi, sampai saat ini, Bekasi tetap dianggap berhasil menjaga kerukunan di tengah masyarakat yang majemuk, namun penurunan peringkat menunjukkan adanya tantangan baru yang perlu diatasi.
Di akhir acara, semua sepakat bahwa toleransi dan kebhinekaan bukan sekadar slogan, melainkan fondasi kehidupan bersama di Kota Bekasi.
Melalui dialog yang hangat, kita menyadari bahwa: pertama, Pendidikan adalah kunci dalam menanamkan nilai inklusivitas sejak usia dini, sehingga anak-anak tumbuh dengan sikap menghargai perbedaan. Kedua, Kolaborasi antara pemerintah, sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat menjadi syarat mutlak untuk menjaga harmoni di tengah keberagaman. Ketiga, Kebhinekaan global harus dipahami sebagai bagian dari identitas lokal: Bekasi yang majemuk mampu menjadi teladan kota yang terbuka, damai, dan berdaya saing. Keempat, Inklusivitas di lingkungan pendidikan bukan hanya menerima perbedaan, tetapi juga memastikan setiap anak mendapat ruang aman untuk berkembang sesuai potensinya
RN/Gusdin /red






