refubliknews.com,
Jakarta Pusat,-
PERPU NO.2/2022
( Staatsnordrechts dan Executive Heavy)
polemik
Terbitnya Perpu 2/2022 seperti biasa di tanah airku cukup membuat ramai. Prof YIM dengan tenang memberikan pandangan yang cukup mendalam kapasitasnya sebagai Pakar Hukum Tata Negara, dan Prof.Jimly Asshiddiqie (JA) dalam jabatannya sebagai Wakil Ketua DPD RI memberi pendapat cukup sederhana namun sedikit terlihat emosional.
Mengapa Prof.JA terlihat emosional ?
Karena sebagai anggota DPD RI banyak menanggung rasa kecewa karena sebagai seorang Profesor Hukum ternyata tidak bisa banyak berperan dalam jabatan politis di DPD, karena seperti yang beliau akui dilain waktu bahwa semuanya berdasar fulus dan bukan keilmuan.
Kekecewaan itu kemudian beliau “lampiaskan” dalam satu baitnya “presiden dapat di makzulkan”.
Dan yang lebih dahsyat lagi, beliau simpulkan bahwa Sarjana Hukum yang membenarkan Perpu tersebut maka akan dengan mudah mendukung Dekrit penundaan pemilu.
Prof Mahfudz MD sebagai pejabat eksekutif dan penganut filsafat politik hukum yang sangat kuat “salus populi supreme lex” , keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi sejak awal menjawab keras terhadap pihak yang mempermasalahkan Perpu ini, karena mungkin beliau berniat dan yakin Perpu ini konstitusional untuk keselamatan rakyat (efektif-efisien).
Menghadapkan pernyataan Prof YIM dan Prof.JA adalah tidak tepat karena bliau berpendapat pada posisi kenegaraan masing
masing. Tapi kalau ada yang menyebutkan bahwa pendapat Prof.YIM demikian karena ada sekjen PBB di pemerintahan, juga sah-sah saja.
Ada hal yang juga menjadi pertarungan dan akhirnya terasa biasa-biasa saja di negara kita, tahun 1940 polemik terbuka terjadi antara Moh. Natsir dengan Bung Karno mengenai hubungan antara dengan agama, bahkan hingga saat ini polemik ini tidak pernah selesai, setiap matahari terbit tema perdebatan ini selalu muncul, bahkan sampai saling memidanakan.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 juga terjadi polemik. Ada yang mendukung dan ada yang menolak. Biasa saja. Selama TNI/POLRI mendukung semua akan #yes@ok.
Historis
Osamu Seirei No.1 tahun 1942 diterbitkan Balatentara Jepang ketika pertama menguasai Indonesia akibat kekosongan hukum pasca perginya Belanda. Osamu Seirei atau sejenis Perpu diterbitkan demi efektif dan efisien menata kedaruratan.
Staatsnoordrecht (darurat negara) baik pada Dekrit maupun Perpu dapat dibenarkan apabila berpegang pada sistem Presidensiil.
Sistem Politik Presidensiil telah memberi porsi kekuasaan besar kepada Presiden (Executif Heavy) untuk menerjemahkan atau menafsirkan darurat negara.
Persilahkan DPR setelah lepas masa reses tgl 10 Januari untuk menelaah Perpu ini. Apakah akan mengikuti pendapat Prof.JA atau tidak.
Namun saya meyakini 100 % bahwa DPR RI pasti akan membenarkan Perpu ini. Berbeda konteksnya dengan kekhawatiran Prof.JA bahwa bila Perpu Ciptaker ini diloloskan, maka akan menjadi yuris untuk meloloskan Dekrit penundaan pemilu. Permasalahannya sungguh sangat berbeda, apalagi Prof Mahfud MD sebagai menteri dan tokoh yang kita anggap sangat jujur sudah menjamin tidak akan ada penundaan pemilu.
Wallahua’alam
08-01-2023
Dr.Lalu Zulkifli.S.H (Akademisi dan praktisi hukum)
RN/edo lembang/red