refubliknews.com, || SURABAYA – Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap praktik tambang batu bara ilegal di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur yang masuk dalam kawasan strategis Ibu Kota Nusantara (IKN).(17/7/2025)
Kasus ini terungkap usai tim penyidik melakukan pengawasan (surveillance) pada 23-27 Juni 2025.
Batubara hasil tambang ilegal dikemas dalam karung, dimasukkan ke dalam kontainer, lalu dikirim dari Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) menuju Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya – Jawa Timur.
Untuk menyamarkan asal usulnya, para pelaku memalsukan dokumen agar seolah-olah batubara berasal dari pemegang izin resmi.
“Illegal mining ini terjadi di kawasan IKN yang menjadi simbol pemerintahan negara. Kami pastikan akan menindak tegas,” ujar Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, S.I.K., M.M Dirtipidter Bareskrim Polri, Kamis (17/7).
Penyidik mengungkap para pelaku membeli batubara dari kegiatan penambangan liar di Tahura Bukit Soeharto.
Batubara kemudian dikumpulkan di gudang (stockroom), dikemas, dan dimuat ke dalam kontainer.
Setibanya di pelabuhan, kontainer diberikan dokumen palsu seperti surat keterangan asal barang, hasil verifikasi, hingga izin usaha pertambangan (IUP) yang sebenarnya tidak sah.
“Tujuannya menyamarkan seolah-olah batubara berasal dari sumber legal,” ujar Brigjen Pol Nunung.
Dalam proses penyidikan, Bareskrim Polri menyita, 351 kontainer batubara (248 disita di Surabaya, 103 dalam proses di Balikpapan), 9 unit alat berat (2 sudah disita, 7 dalam proses) dan 11 unit truk trailer.
Selain itu sejumlah dokumen palsu seperti shipping instruction, surat pernyataan kualitas barang, dan izin tambang.
Penyidik juga memeriksa 18 saksi dari berbagai pihak, termasuk pelaku tambang, agen pelayaran, hingga ahli dari Kementerian ESDM.
Bareskrim menetapkan tiga tersangka berdasarkan dua laporan polisi, yakni YH berperan sebagai penjual batubara, CA membantu proses penjualan, MH sebagai pembeli dan penjual ulang batubara ilegal
Ketiganya dijerat Pasal 161 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, dengan ancaman lima tahun penjara dan denda Rp 100.000.000.000 (Seratus Miliar Rupiah)
Dari hasil perhitungan bersama ahli, penyidik menyebutkan bahwa kerugian negara akibat tambang ilegal di kawasan konservasi tersebut mencapai Rp 226 miliar dari kerusakan lingkungan dan pelepasan karbon, Rp 4 triliyun 200 miliyar dari nilai batubara ilegal yang ditambang sejak 2016 hingga 2025. (*)
RN/Marlina/ red