refubliknews.com,- Jakarta || Aksi penggerudugan ruang rapat Panitia Kerja Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI oleh Koalisi Reformasi Sektor Keamanan, menuai kritikan keras dari Anggota Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo. Menurutnya, aksi yang melibatkan sejumlah individu itu menimbulkan keprihatinan mendalam mengenai pemahaman dan penghormatan terhadap proses legislasi yang berlangsung. Terlebih, rapat Panja Revisi UU TNI telah di selenggarakan dengan dasar hukum yang jelas.
“Kami sangat menyesalkan tindakan itu, dan meminta aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku aksi penggerudugan sesuai peraturan dan perundang-undangan. Tindakan tegas diperlukan agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan, dan proses demokrasi dapat berjalan dengan tertib serta menghormati aturan yang berlaku,” ujar Bambang Soesatyo usai rapat di Hotel Fairmont, Jakarta, pada Sabtu 15 Maret 2025.
Mantan Ketua MPR RI ini menjelaskan, berdasarkan Tata Tertib DPR Pasal 254, rapat yang sangat mendesak di perbolehkan dilakukan diluar gedung DPR. Rapat Panja Revisi UU TNI ini pun telah mendapatkan persetujuan dari pimpinan DPR. Pemerintah dan DPR melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) telah menetapkan target agar revisi UU TNI tersebut dapat diselesaikan sebelum masa reses DPR pada tanggal 21 Maret 2025.
“Revisi UU TNI merupakan sebuah langkah penting untuk menciptakan penataan yang lebih baik dalam sektor keamanan. Merupakan hak dan kewajiban DPR untuk melakukan rapat, baik di dalam maupun diluar gedung DPR. Tindakan penggerudugan itu bukan hanya mengganggu jalannya suatu proses legislasi yang sah, tetapi juga mencerminkan ketidakpahaman terhadap struktur serta prosedur demokrasi yang ada,” jelas Ketua DPR ke-20 ini.
Menurut Bamsoet, aksi koalisi tersebut tidak hanya mengabaikan norma-norma yang berlaku, tetapi juga berpotensi menimbulkan ketegangan dan ketidakstabilan. Penting bagi semua pihak untuk menghormati proses-proses yang telah ditetapkan. Kritik terhadap kebijakan atau tata cara penyelenggaraan rapat tentu menjadi bagian dari dinamika demokrasi. Namun, segala bentuk aksi yang mengorbankan ketertiban dan keamanan harus mendapat respon serius demi menjaga stabilitas proses legislasi yang berdampak pada kepentingan nasional.
“Aparat kepolisian harus segera mengambil tindakan tegas terhadap pelaku aksi tersebut. Penegakan hukum harus tetap menjadi prioritas, agar masyarakat dapat melihat bahwa tindakan yang melanggar hukum tidak akan ditolerir. Tindakan kekerasan atau intimidasi dalam bentuk protes yang melanggar hukum hanya akan merusak citra gerakan masyarakat sipil dan memperlemah argumen yang ingin disampaikan,” tandasnya.
RN/Raffa Christ Manalu/red