refubliknews.com,-Subang | Memasuki musim tanam puluhan ribu hektare area lahan pertanian di Kabupaten Subang, Jawa Barat, belum bisa ditanami padi. Kondisi ini disebabkan tidak adanya jaminan pasokan air yang memadai.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Kabupaten Subang, ada sekitar 20 ribu hektare lahan produktif belum ditanami karena kekeringan. Lahan tersebut sebagian besar berada di wilayah Pantura, seperti di Kecamatan Ciasem dan Kecamatan Blanakan.
Dengan kondisi kekeringan ini, para petani tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa pasrah. Bahkan, sebagian lahan yang kekeringan saat ini telah dijadikan tempat mengembala ternak oleh warga.
“Airnya tidak ada. Buat menyedot air juga uangnya tidak ada. Pasokan air tidak ada, akibat adanya bangunan proyek. Kalau proyek jalan siang, malam air jalan, tetapi ini mah total tidak ada sama sekali,” kata Sujudi, salah seorang warga Pantura.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Subang, Nenden Setiawati mengatakan, kekeringan ini terjadi selain karena dampak dari El Nino, juga akibat lambatnya pengerjaan proyek peningkatan dan modernisasi jaringan irigasi di sejumlah titik di Pantura.

Untuk mengatasi kekeringan tersebut, lanjut Nenden, pihaknya telah mengajukan bantuan mesin pompa air kepada Kementerian Pertanian sebanyak 500 unit mesin. Namun, saat ini yang baru terealisasi baru 55 unit mesin pompa air.
“Sekarang musim El Nino. Kemudian ada pembangunan PT Brantas, itu kan sangat mempengaruhi juga terhadap para petani karena kekurangan air. Sehingga, kami mengusulkan ke pusat untuk memberikan pompa sebanyak mungkin,” kata Nenden Setiawati kepada media, pada Senin, 27 Mei 2024.
“Namun, sekarang baru ada 55 pompa yang sudah tersebar. Padahal, kami membutuhkan sekitar 500-an, dan semoga bantuan ini cepat turun lagi. Sehingga, masalah kekeringan bisa ada solusinya,” tambahnya.
Ia menyebut, jika proyek tersebut tidak selesai di tahun ini, pasti petani tidak bisa menanam karena Pantura merupakan salah satu obyek yang paling utama dalam pertanian padi.
“Sekitar 20.000 hektare lahan tidak bisa ditanami, terutama di wilayah Ciasem dan Blanakan. Ini berarti terancam kehilangan 7 ton per hektarenya,” ujarnya.
RN/raffa christ manalu/red