Menteri Kehutanan Apresiasi Usaha Berbasis Agroforestri Kopi Sarongge berkualitas Ekspor

refubliknews.com,- Cianjur || Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni melakukan kunjungan kerja dalam rangka meninjau pelaksanaan program Perhutanan Sosial, khususnya proses pengolahan kopi Sarongge, di Kampung Sarongge, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Sabtu 22 Maret 2025.

Dalam kunjungannya kali ini, Menhut Raja Juli melihat langsung pengolahan kopi sarongge dan melakukan dialog dengan para kelompok tani hutan, penyuluh, pendamping, dan masyarakat setempat.

Kopi sarongge merupakan salah satu kopi asli Indonesia yang telah berhasil menembus pasar ekspor ke Jerman dan Korea Selatan. Kopi ini dihasilkan di kampung sarongge dilokasi lahan perhutanan sosial yang sukses mengembangkan usaha berbasis agroforestri.

Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni mengatakan, bahwa di Kabupaten Cianjur ada sekitar 8.900 hektare lahan yang sudah diberikan akses kelola kepada 37 kelompok tani hutan. Namun demikian, Kementerian Kehutanan beserta jajaran pemerintah terkait akan terus berupaya memaksimalkan izin yang sudah diberikan.

“Kita berusaha bagaimana supaya maksimal, agar bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, itu yang utama,” kata Menhut Raja Juli Antoni.

Ia juga ingin memastikan bahwa dengan program perhutanan sosial ini, maka masyarakat bisa semakin sejahtera dengan kondisi hutan dilestarikan. “Di lokasi ini ada sekitar 100 hektare total lahannya dengan 3 kelompok tani hutan, tapi yang ditanam baru sekitar 30 persen. Mestinya 100 hektare itu ditanami semua, sehingga bisa menghasilkan sekitar 80 hingga 100 ton kalau maksimal, seperti kata pak Tosca tadi,” ujarnya.

Pada kesempatan tersebut, Menhut juga menerima informasi hasil dialog dengan kelompok tani, salah satunya terkait kekurangan pupuk. Terkait kendala-kendala ini, Menhut menyebut bahwa Kementerian Kehutanan, pemerintah setempat, KTH, kepala desa, dan juga aktivis perhutanan sosial akan berkolaborasi untuk memaksimalkan.

Ia pun memastikan bahwa program hutan sosial ini tidak akan berakhir sebagai deforestasi terhadap kawasan hutan di Indonesia. “Hutan sosial justru niatnya bukan deforestasi. Hutan sosial tujuannya adalah, memperbolehkan masyarakat secara legal masuk hutan dengan syarat menjaga hutan agar tetap lestari, dan masyarakat dapat memanfaatkan hasil hutan guna kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.

Menhut mengingatkan jika area ijin hutan sosial yang telah diberikan kepada masyarakat harus dikelola dengan baik agar produktif. Sebab jika tidak, maka pemerintah dapat mencabut kembali izinnya. “Kita punya mekanismenya, yang ekstrem tentu di cabut. Tapi kita tidak berharap dicabut karena memang pemberdayaan masyarakat itu tidak mudah, harus berproses bersama-sama multi pihak,” terangnya.

Menurutnya, kampung sarongge adalah contoh nyata bagaimana perhutanan sosial bisa menjadi solusi bagi kesejahteraan masyarakat sekaligus menjaga kelestarian hutan. Keberhasilan kopi sarongge yang telah menembus pasar internasional menjadi bukti bahwa produk lokal berbasis hutan bisa memiliki daya saing tinggi dipasar global.

Kesempatan ini pun digunakan Menhut untuk mengapresiasi keberhasilan masyarakat kampung sarongge dalam mengembangkan usaha berbasis hasil hutan bukan kayu, seperti kopi, termasuk juga gula aren yang mampu di produksi hingga 15 ton per tahun. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa pemanfaatan hutan sosial sekaligus pelestarian dapat berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan yang berpihak kepada masyarakat, serta menjaga kelestarian hutan Indonesia. Program perhutanan sosial di kampung sarongge diharapkan dapat menjadi model yang bisa menginspirasi pengelolaan hutan berbasis masyarakat di berbagai daerah lainnya. Program perhutanan sosial secara nasional dicanangkan pemerintah untuk memberikan akses legal kepada masyarakat dalam mengelola hutan secara lestari, meningkatkan kesejahteraan, dan menjaga kelestarian lingkungan.

Kunjungan kerja kali ini, Menhut didampingi oleh pejabat kementerian kehutanan, pemerintah daerah setempat, dan perwakilan dari 10 kelompok yang terdiri atas 5 kelompok perhutanan sosial, serta 4 kelompok tani binaan.

Sumber : Humas Kementerian Kehutanan RI.

RN/Raffa Christ Manalu/red

Pos terkait