DISKUSI PUBLIK VII
DEWAN PIMPINAN PUSAT
GERAKAN PEMBUMIAN PANCASILA
Dalam Rangka Merayakan HUT Kemerdekaan RI ke-77.

refubliknews.com,
Jakarta,-
Tema:
“Pulihkan  nama  baik  Sukarno  Bapak  Bangsa  untuk  Indonesia yang lebih
Beradab dan Bermartabat”
Sub Tema:
“Pembebasan Sukarno dari Jerat Tap MPRS XXXIII/ MPRS/1967
menuju Upaya Terbitnya Tap MPR RI tentang Sukarno Bapak Bangsa”

Term of Reference
(TOR)

Sukarno adalah pemimpin bangsa dan sekaligus ‘Bapak Bangsa’ yang telah lama memikirkan tentang berbagai kekuatan politik di Indonesia yang secara konsisten menentang kolonialisme dan imperialisme. Dalam merumuskan kekuatan-kekuatan bangsa, Sukarno sampai pada pemikiran adanya tiga kekuatan utama, diawali dengan “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme (1926).

Gagasan awal tentang tiga kekuatan utama yang hidup dalam masyarakat Indonesia ini telah dikemukakannya sejak masa Pergerakan Nasional, yaitu pada tahun 1920-an. Sukarno adalah seorang yang konsisten dengan garis perjuangannya. Apa yang menjadi cita-cita dalam perjuangannya adalah Kebangsaan (Persatuan Indonesia). Hanya dengan persatuan bangsa Indonesia dapat mengakhiri kolonialisme dan imperialisme, dan hanya dengan persatuan pula cita-cita bangsa seperti apa yang tercantum di dalam Pancasila akan dapat diwujudkan.
Oleh karena itulah Sukarno dengan konsisten mengusung gagasan Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme hingga munculnya ide Nasakom. Tetapi rupanya komitmen yang kuat dari Sukarno ini untuk membangun kekuatan menentang segala bentuk nekolim dan neolib telah disalahartikan (dengan sengaja), dan berakhir dengan diterbitkannya Tap MPRS XXXIII/ MPRS/1967.

Menurut ketentuan perundang-undangan dan pemikiran sejumlah ahli hukum, saat ini tidak ada lagi lembaga negara yang dapat mencabut Tap MPR, bahkan Tap MPRS No XXXIII/MPR/1967 tidak perlu diperdebatkan lagi sebab substansinya dianggap sudah selesai sudah selesai. “Dari sudut ketatanegaraan tidak ada lagi lembaga yang dapat mencabut Tap MPR itu, karena MPR saat ini sejajar dengan DPR, MA, MK, dan Presiden, sehingga MPR tidak boleh lagi mencabut Tap itu. Substansi Tap MPRS/XXXIII/MPR/1967 sudah dianggap selesai dengan terbitnyai Tap MPR Nomor I Tahun 2003, di mana disebutkan bahwa beberapa Tap ada yang dianggap tidak berlaku lagi. Tap MPRS No XXXIII/MPR/1967 masuk dalam kategori Tap yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut karena bersifat einmalig (final), telah dicabut atau telah selesai dilaksanakan, sehingga tidak perlu dilakukan pencabutan, “sehingga MPR tidak perlu membuat Tap MPR baru untuk mencabut Ketetapan MPR/MPRS yang sudah tidak berlaku lagi tersebut.

Atas dasar pertimbangan di atas, Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Pembumian Pancasila mengadakan Diskusi yang bertujuan untuk melakukan kajian ideology, politik, hokum, sejarah, dan budaya terhadap lahirnya Tap MPRS XXXIII/ MPRS/1967, baik dalam konteks diksi, maupun substansi. Diharapkan dengan adanya pemaknaan yang tepat terhadap Tap MPRS tersebut, berbagai stigma yang selama ini telah memecah belah bangsa dan mendiskreditkan peran kesejarahan Sukarno dapat diluruskan. Melalui kegiatan diskusi ini diupayakan suatu pemahaman yang jernih tentang bagaimana konsekuensi politik dan hukum terkait dengan keberadaan Tap MPRS XXXIII/ MPRS/1967.

Sebagaimana kita ketahui bahwa BAB II Pasal 6 Tap MPRS-RI No. XXXIII/MPRS/1967 serta Pasal 6 angka 30 Tap MPR No. I/MPR/200, kedua ketentuan tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan berpotensi melanggar hak konstitusional Keberadaan Pasal 6 angka 30 Tap MPR No. I/MPR/2003 dinilai secara tidak langsung melanggengkan ketidakpastian mengenai status hukum  Bung Karno. Hal ini terkait dengan BAB II Pasal 6 Tap MPRS-RI No. XXXIII/MPRS/1967 yang menyebut “Menetapkan penyelesaian persoalan hukum selanjutnya yang menyangkut Dr. Ir. Sukarno, dilakukan menurut ketentuan-ketentuan hukum dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, dan menyerahkan pelaksanaannya kepada Pejabat Presiden”. Ini berarti bahwa Bung Karno masih belum terbebas dari persoalan hukum, bahkan cenderung stempel “tersangka” justru tersemat abadi dan tidak bisa dipulihkan karena ada aturan tersebut.

Persoalan hukumnya adalah apakah dimungkinkan dan sah dari segi peraturan perundang-undangan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 1986 yang bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi (dalam hal ini Tap MPRS Nomor 33 Tahun 1967) yang sampai saat ini belum dicabut. Apakah dengan diberikannya gelar Bapak Proklamator. Pahlawan Proklamator otomatis TAP MPRS tersebut dinyatakan tidak berlaku atau gugur dengan sendirinya. Padahal sudah sangat jelas dikemukakan di atas jika Tap MPR Nomor 1 tahun 2003, (di mana disebutkan bahwa beberapa Tap ada yang dianggap tidak berlaku lagi) dianggap benar , lalu bagaimana dengan status hukum Kepres Nomor 81 Tahun 1986 yang jelas-jelas bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi. Selanjutnya, terbitnya Keputusan Presiden No. 83 Tahun 2012 tentang penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional pada Sukarno juga mengandung kelemahan.

Jika benar Tap MPRS/XXXIII/MPR/1967 sudah dianggap selesai oleh substansi Tap MPR Nomor 1 tahun 2003, di mana disebutkan bahwa beberapa Tap ada yang dianggap tidak berlaku lagi, maka sudah selayaknya dan sepantasnya dalam diskusi ini direkomendasikan agar Bung Karno ditetapkan sebagai Bapak Bangsa.

Diskusi ini akan dibuka oleh Ketua Dewan Pakar DPP GPP, Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D. dan kemudian diikuti oleh pemaparan para narasumber: Ketua Umum DPP GPP, Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, M.Si., dan Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi RI/Ketua Umum DPP PA GMNI, Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H., M.S. serta penanggap: Sekjen DPP GPP, Dr. Bondan Kanumoyoso, M.Hum., dan Akademisi/Hakim Konstitusi Mahkamah Konstitusi RI Tahun 2015-2020, Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H., M.Hum. Kegiatan diskusi diikuti oleh peserta yang terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat GPP Pleno, Dewan Pimpinan Daerah GPP, Pemerhati Pancasila, sejarah, dan kebangsaan, akademisi, praktisi, serta para pemuda, pelajar, mahasiswa, dan masyarakat yang berminat. Diskusi diadakan pada Hari Minggu, 14 Agustus 2022 di Hotel Acacia, Jl. Kramat Raya No. 73-81 Jakarta Pusat . Terimakasih.

SALAM PANCASILA!!!
MERDEKA.

RN/antoni/red

Pos terkait